Tuesday, March 15, 2016

Critical Eleven-Ika Natassa

March 15, 2016 0 Comments




Title: Critical Eleven
Writer: Ika Natassa
Publisher: PT. Gramedia Pustaka Utama
Pages: 339

Sinopsis...

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat-- tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing--karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah--delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah, Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

***

Sebetulnya agak terkecoh ketika membeli buku ini. Jadi pada waktu itu saya sedang mampir ke sebuah toko buku, niatnya sih ingin mencairkan voucher. Vouchernya cuma 50 ribu, jadi saya mencari buku-buku yang lumayan tipis. Awalnya sempat melirik buku ini, namun kok ya melebihi budget vouchernya. Namun, setelah berkeliling dan belum menemukan buku yang pas, saya iseng membuka-buka salah satu buku yang sudah tidak bersampul, untuk mencari tahu secara general, cerita dari buku ini (sebetulnya aktivitas ini sangat saya hindari karena memicu keinginan membeli semua buku hehehe...). Waktu itu saya agak terburu-buru karena sudah cukup malam, ketika saya baca sekilas, kok ada nama Risjad di dalam buku ini, dan seketika saya berpikir bahwa ini sequel dari Antologi Rasa. Tahu apa yang saya pikirkan? Saya kira ini lanjutan cerita dari Harris Risjad dan Keara (Antologi Rasa), jadi si Risjad selingkuh dengan wanita bernama Anya. Waduh, karena tidak punya pilihan lain, dan keterbatasan waktu, saya ambil saja bukunya. Lagian, sudah punya Antologi Rasa, lumayan jadi nerusin cerita.

Setelah membacanya, ternyata Harris Risjad malah cuma jadi cameo saja. Hihihi... Tapi memang ceritanya berkaitan dengan beberapa tokoh di Antologi Rasa, yaa salah satunya si Harris Risjad ini. Waduh, jadi ingat cara menulisnya Ilana Tan. Hehe...

Di buku ini, seperti biasa Ika Natassa membawa kita memasuki cerita dengan memainkan "perasaan". Diceritakan dari sudut pandang 2 tokoh utama, sebetulnya gaya menulisnya sangat mirip dengan beberapa buku sebelumnya. Kelebihannya, kita bisa melihat peristiwa atau kejadian yang terjadi, dari 2 sudut pandang.

Tokoh utamanya ada 2, Anya dan Ale. Sebetulnya ya menurut saya pasangan ini sangat sempurna. Wanita baik hati bertemu dengan pria baik hati. Namun permasalahan mulai dari long distance, kecemburuan, dan kata-kata yang salah diucapkan, membuat semuanya berbeda.

Seperti di a Very Yuppy Wedding, Antologi Rasa, Dwivortiare dan Critical Eleven. Kalau diperhatikan, Ika Natassa ini seringkali menciptakan tokoh utama wanita yang  mirip-mirip lho. Secara umum, wanitanya pasti wanita karir cantik yang sibuk, brilian dalam pekerjaan dan punya kemampuan untuk flash back ke kejadian-kejadian lampau. Namun, yang saya suka dari gaya beliau bercerita adalah, ya itu, seringnya flashback ke kejadian lampau, yang memang sering terjadi kan ketika kita tidak sengaja melihat sesuatu yang mengingatkan kita pada masa lalu, kemudian sisipan-sisipan pandangan mengenai hal-hal dalam hidup yang bahkan sepertinya sepele, tapi penting untuk disadari, membuat buku ini tidak membosankan.

Alur cerita yang mundur maju juga membuat kita menjadi penasaran. Antiklimaks nya diceritakan terlebih dahulu, kemudian klimaksnya dan pendahuluannya diceritakan perlahan dengan cara mengupas kenangan masa lalu sedikit demi sedikit.

Pesan yang saya ambil dari buku ini adalah, some words are better not spoken. Ada hal-hal tertentu yang sebaiknya tidak disampaikan, karena akan melukai seseorang. Bukan berarti mendukung kebohongan. Tidak. Hanya menyimpan beberapa kata-kata untuk diri kita sendiri. Karena begitu itu diucapkan, akan ada orang yang terluka. Some  are healed in a minute, in a month, a year, even a life time.

Berikut beberapa kalimat favorit saya yang berhasil saya kumpulkan yang kebanyakan berasal dari tokoh utama wanitanya, Anya:

"We react to every single thing in our life because of our memory. Every single thing."

"You just cannot exist without memory."

"When memory plays its role as a master, it limits our choices. It closes the doors for us".

"I'm here. I'm here. Until you realize that I'm here eventhough I am not here."

"Kata orang, waktu akan menyembuhkan semua luka, namun duka tidak semudah itu bisa terobati oleh waktu. Dalam hal berurusan dengan duka, waktu justru sering menjadi penjahat kejam yang menyiksa tanpa ampun, ketika kita terus menemukan dan menyadari hal baru yang kita rindukan dari seseorang yang telah pergi itu..."

"For many of us, Jakarta is not a city. It's a book full of stories. Wh?ile for some of us, Jakarta is a confidant, keeping all of our deepest secret without ever judging us."

"Banyak orang suka hujan karena bau tanah basah setelahnya. Aku suka hujan karena suara rintiknya dengan ritme teratur yang menciptakan harmoni dengan apa pun dia bersentuhan--kaca jendela, aspal, tanah, rumput, atap, bahkan sekadar kaleng rombeng di pinggir jalan. I's just magical."

"To women, how you deliver the message is sometimes more important than the message itself."

"Love doesn't consist of gazing at each other, but in looking outward together in the same direction."

Dan, di bagian akhir dari bukunya, ada quote ini:

"Death is not the greatest loss in life. The greatest loss is what dies inside us while we live."
-Norman Cousins

From 1 to 10, I give 8.5 stars for this book.
Recommended to read.