Thursday, March 20, 2025

Depresi, Bagaimana Rasanya?

 de·pres·sion

noun

feelings of severe despondency and dejection

[perasaan putus asa dan patah semangat yang parah]


Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai proses berpikir, berperasaan dan berperilaku seseorang. Seseorang yang depresi memperlihatkan perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan.


Itu pengertian depresi yang saya dapat dari hasil browsing. Sebatas itulah pemahaman saya mengenai depresi. Bagi saya depresi adalah kondisi yang abstrak, sebelum saya mengalaminya sendiri pada tengah tahun 2021.


Belakangan ini kita mengalami (kalau boleh disebut) "kebanjiran" informasi. Adanya media/platform seperti instagram, twitter/X, bahkan blog ini pun, membuat kita dengan mudahnya mendapatkan informasi. Informasinya sungguh beragam, mulai dari sekadar berita, hoax atau gosip, hobby, bahkan kehidupan orang lain.


Kita tidak bisa mengatur apa yang orang lain bagikan di media sosialnya. Kita yang bukan subjeknya, menjadi penikmat dan pengkritik sejati (netizen). Saya rasa itulah sebabnya muncul istilah 'selebgram'. Mereka yang pada media sosialnya membagikan kisah kehidupan  -dan kebetulan relevan dengan minat netizen, entah itu karena kerupawanan, kelucuan, kontroversi, atau sekadar mengalami kisah yang mirip- bisa dengan mudahnya menjadi terkenal.


Seyogianya kita memiliki kapasitas untuk mengontrol informasi apa yang kita akses dan berapa lama kita mengaksesnya. Namun, platform-platform itu juga terus berkembang sedemikian rupa sehingga memancing kita kehilangan kontrol. Scrolling yang niatnya hanya mengisi waktu luang 15 menit bisa berakhir menjadi berjam-jam. Saya berani bertaruh, pasti jarang sekali pemilik sosial media yang durasi screen time nya di bawah 4 jam. XD


Saya tidak bermaksud mengkritik, karena saya pun demikian, sampai suatu waktu di pertengahan 2021 saya mengalami depresi. Loh kok bisa scrolling scrolling bikin depresi?


Siang itu saya sedang scrolling instagram, sambil ngaso. Klik sana sini, scrolling sana sini, sampailah saya ke akun seorang wanita, ibu muda berputra 1. Anaknya masih sekitaran 4 atau 5 tahun saya rasa. Wanita ini melalui reels yang singkat membagikan kisahnya melawan penyakit mematikan.


Tanpa rasa bangga, saya mengakui bahwa saya adalah orang dengan empati yang sangat tinggi. Sekelebat saja kisah kehidupan orang yang tak sengaja saya dapat, bisa dengan mudahnya memberikan saya efek balik berupa perasaan yang kemungkinan besar orang itu rasakan. Misalnya ketika melihat orang homeless di pinggir jalanan, seketika saja saya bisa membayangkan rasa aspal panas yang menyentuh kaki dan betisnya, rasa lengket dan bau di badan karena bermandi keringat, tenggorokan yang mencari-cari ludah untuk ditelan karena sangat kering, dan lain-lain. Menyusahkan memang. :(


Kali itu saya melihat reels, gambar bergerak yang tentunya memberikan lebih banyak citra. Sedih sekali melihatnya. Karena termakan perasaan dan penasaran, saya pergi ke profile si wanita ini. Lebih terpukul lagi, karena ternyata dia baru saja meninggal dunia beberapa hari sebelumnya. Saya lihat di profilenya ada highlight/lini masa yang khusus menceritakan awal mula perjuangannya melawan penyakit mematikan itu, sampai akhir ditutup dengan momen kecil bersama anaknya, sekitar 1 hari sebelum dia meninggal.


Mungkin saat itu saya sedang kelelahan, dan iman sedang goyah (haha) sehingga kumpulan story itu berhasil membuat saya terpukul dan benar-benar sedih, lalu berlanjut menjadi kekhawatiran. Awalnya cuma kekhawatiran yg tidak terlalu mengganggu, namun karena tadi itu ya, iman sedang goyah, baru recover dari baby blues. Seperti naga, dari ukuran yg kecil, dalam waktu singkat, kekhawatiran saya berubah menjadi sangat besar, overthinking.


Dalam beberapa hari, pikiran saya semakin parah, khawatir bagaimana kalau hal buruk itu terjadi pada saya, si bocil bagaimana, biaya pengobatannya bagaimana, dan kekhawatiran lain yang tidak masuk akal. Tapi pikiran-pikiran ini berhasil membuat saya terperangkap dalam kekhawatiran, tidak minat menjalani hari, makan tidak ada rasanya (ga napsu makan sama sekali), tidur selalu malam dan gelisah.


Rasanya selalu dingin (bahkan mandi pun sering menggigil), kelam, dan kesepian. Seolah-olah hanya saya yang merasakan, dan tidak bisa bercerita sama orang lain. Desperate, saya minta ibunda datang menemani, tapi tidak terlalu membantu. Mau nonton drakor lucu, minatnya pun tidak ada. Benar-benar payah selama beberapa bulan.


Hingga pada suatu momen, saya berpikir pakai logika karena sudah betul-betul tidak bisa enjoy dengan hidup. 

Apa yang membuat saya depresi? Kekhawatiran


Kenapa khawatir?karena takut sesuatu yang buruk terjadi. Sesuatu yang tidak mampu saya tangani.


Kenapa takut? 

Bukannya kamu percaya adanya Tuhan? Apakah Tuhan pernah memberikan cobaan yang melampaui kemampuan mu? 

Cobaan-cobaan yang kamu hadapi selama ini bukankah bisa kamu lewati semua sehingga kamu sampai di titik ini?

Apakah sudah berdoa dan meminta Tuhan memulihkan overthinkingmu?


Ini bukan posting mengenai hal-hal yang berbau religius. Saya hanya ingin share apa yang saya alami. Tuhan menegur saya melalui kumpulan pertanyaan terakhir yang belum ada jawabannya itu. Saya terhentak dan mulai tersadar bahwa depresi yang saya rasa bersumber dari kekacauan pikiran saya sendiri.


Saya mulai berdoa dan memohon penyembuhan untuk mental saya yang sedang tidak baik-baik saja. Lalu pada suatu siang di kantor saat sedang pumping, saya diarahkan untuk mendengarkan sebuah lagu berikut.


https://www.youtube.com/watch?v=U8EDgciZZFc&pp=ygUPamVzdXMgaXQgaXMgeW91




Di situ saya menangis, benar-benar menangis. Merasa sangat bodoh berpikir overthinking, padahal ada Tuhan yang selalu memperhatikan dan mengasihi saya. Ada kekuatan yang besar, yang mampu menciptakan kita dan menjaga kita. Kenapa meredupkan cahaya kekuatan itu dengan pikiran yang tidak terjadi?


Saya juga sadar, ternyata kita punya 2 opsi. Menjalani kehidupan ini dengan energi positif (sukacita, bersyukur, tersenyum, harapan, persahabatan) atau dengan energi negatif (mengeluh, mengumpat, bersedih, khawatir). 


Sejak hari itu, saya mengatur pikiran saya untuk memilih energi positif. Setiap kali rasa khawatir itu datang, saya mulai bergerak, mencari energi positif, bermain dengan bocil, colek sobat jauh, gelitik suami, dan hal-hal lainnya yang saya yakin akan membuat saya bahagia dan tersenyum.


Beberape pekan kemudian, awan gelap itu sudah sirna. Semuanya kembali cerah, makanan terasa enak, mandi terasa segar, tidur nyenyak, dan saya bisa berbahagia.


Teruntuk pembaca yang mungkin sedang mengalami hal yang pernah saya rasakan juga, depresi. Kembalilah kepada asalmu, kepada kekuatan tak terhingga yang telah menciptakan kita, carilah cahaya dan energi positif di sekelilingmu, pikirkan kembali kenapa harus bersedih, kenapa harus depresi, kenapa marah? kenapa merugi? di saat kita bisa tersenyum, memberikan cinta pada sekeliling, kedamaian dan tawa.  

No comments:

Post a Comment

Comment anything, ask me anything :)