Singkawang, Choi Pan dan Warkop Nikmat
Saya termasuk orang yang jarang berwisata, bahkan ketika tempat wisata itu berada di kota domisili saya sendiri, belum tentu saya pernah mengunjunginya. Hehe, maklum anak rumahan, homebody lah istilahnya. Ke luar Indonesia, semuanya urusan pekerjaan/kantor, belum pernah sekalipun ke luar negeri untuk berwisata atau senang-senang. Nah, di Indonesia sendiri, kota yang penah saya kunjungi bisa dihitung jadi, 2 yang terjauh adalah Medan dan Singkawang (Pontianak). Keduanya saya kunjungi karena nikahan teman, hehe.
Ke Medan, perjalanannya tidak terlalu istimewa, seperti mengunjungi kota lainnya, turun pesawat, naik taxi/travel, lalu sampai di tempat tujuan. Nah, waktu ke singkawang, lebih spesial, karena ternyata masih sangat jauh dari Pontianak, tempat turun pesawat, selain itu, yang menikah di sana adalah sahabat syuper dekat, bisa dibilang soulmate, jadi sangat excited waktu itu datang ke sana. 😃
5 November 2019, kalau saya tidak salah ingat...
adalah tanggal pernikahan sahabat saya, sebut saja Aam, kurang lebih hampir 10 bulan setelah tanggal pernikahan saya sendiri. Bedanya, pernikahannya diselenggarakan di kota kelahiran pihak suami, yang mana adalah Singkawang. Tidak hanya sangat jauh TKP-nya, tapi hari pernikahannya pun di weekday, hari Selasa kalau tidak salah. Alasannya katanya supaya tidak banyak orang yang datang, sehingga menjadi pernikahan hemat 🤣 Monmaap, doski memang agak-agak...
Karena kita suka ceritaan, jadi saya dan suami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan, mulai dari menabung, ambil cuti, berburu tiket pesawat, dll. Kami berangkat dari Bandung di hari Minggu subuh, naik travel menuju bandara Soekarno Hatta sekitar 2-3 jam. Lanjut dari bandara naik pesawat ke arah Pontianak (Bandara Supadio) sekitar 1-1.5 jam. Nah, biasanya kalau ke kota-kota lain, turun pesawat, lanjut naik taxi atau travel, durasi sekitar 1-2 jam atau maksimal 3 jam (misal jkt-bdg) dengan kecepatan standar, lalu sampai di tempat tujuan. Nah ini, setelah sampai di Bandara Supadio itu, sekitar tengah hari, lalu instruksinya adalah naik moda transportasi namanya Surya Express. Counternya memang tersedia di pintu keluar bandara.
Kartu Nama Surya Express |
Awalnya saya kira itu brand taxi atau semacam mobil travel, ternyata setelah dipandu, kami dibawa ke mobil pribadi yang terparkir tidak jauh dari pintu keluar bandara. Naik mobil itu, ternyata kami harus menunggu mobilnya cukup penuh terisi penumpang. Sekitar 1 jam menunggu, baru mobilnya jalan. Dan... ternyata jalanannya cukup jauh, total waktu yang ditempuh sekitar 4.5 jam dengan ada istirahat sekitar 30 menit sebanyak 1x. Jalanannya tidak terlalu lebar, mobilnya berjalan dengan kecepatan yang tinggi. Kalau di map sekitar 170an km. Jalannya di pinggiran garis pantai, pada beberapa titik yang cukup luang, kita bisa melihat pantai. Pantai atau laut apa tu ya namanya. 🤯
Karena lokasinya memang di pinggir laut, jadi udaranya memang gerah dan bau laut. Tapi pemandangan sepanjang jalan memang sangat jauh dengan kondisi hiruk pikuk perkotaan. Rumah-rumah tanpa yang terlihat dari jalan, halamannya super luas, masih ada pepohonan dan bunga-bunga. Desain rumah maupun warna catnya masih sangat sederhana. Jalanan juga sepi, seperti semua orang sedang berada di rumah untuk tidur siang. 😴
Ada Gereja juga, desainnya sederhana dan bersahaja |
Sepii, seperti semuanya kompak tidur sore |
Jenis tanaman yang ditanam di pekarangan juga ga macem-macem seperti di kota-kota besar. Ekor tupailah, ekor kuda lah, monstera lah, dan tanaman-tanaman lain yang susah-susah namanya. Di sini kalau halamannya ga ditanami, ya paling yang tumbuh rumput. Kalau pekarangannya ditanami, paling ditanami pohon mangga, pisang, rambutan, kelapa, dll.
Halaman Super Luas Tanpa Pagar dengan Pohon Pisang |
Kami sampai di penginapan daerah Jl. Ahmad Yani Singkawang sudah sore banget, dan cuma istirahat sebentar, lalu malamnya diajak makan kwetiaw oleh calon pengantin (meskipun sudah nolak, karena harusnya mereka siap2), malah sempat dibelikan kue basah untuk cemilan, lalu diantar kembali ke penginapan, dan diberikan satu mobil pinjaman barangkali mau kemana-mana, sungguh therlalu memang.
Karena gerahnya, sukulen menjadi tanaman pilihan di penginapan, hihi.
Tanaman Sukulen di penginapan |
Besoknya siang hari karena pengin minum yang segar-segar, saya dan suami iseng jalan-jalan ke tempat wisata yang dekat-dekat. Saya lupa nama tempat wisatanya, tapi tidak jauh dari penginapan. Gerah-gerah makan es cincau sambil lihat taman.
Bunga Bougainville di Taman |
Jam makan siang, kami sempat mampir di sebuah mall terdekat, Singkawang Grand Mall, makannya di Solaria dan sempet juga beli lipstick karena kelupaan bawa lipen ternyata wkwk. Pilihnya ke Mall, karena adem, kondisi jalanan sungguh gerah meresahkan, mungkin karena belum terbiasa juga ya.
Kemudian kami juga sempat kenalan dengan 2 rekan dari sahabat saya, yang baru datang dari luar Kalimantan juga, infonya sih mereka ber2 adalah teman seangkatan sahabat saya. Di hari ke2 itu, kami jalan-jalan bareng, dan sempat mengunjungi salah satu kedai kopi legendaris, Warung Kopi Nikmat. Lokasinya ada di area Jalan Sejahtera. Ambience nya sungguh klasik, selain dari ambience si warung kopinya, ambience sekeliling daerah tersebut juga terasa berbeda. Seperti ada kesan kota/wilayah pecinan.
Warung Kopi Nikmat, Singkawang, 2019 |
Warung kopinya tidak terlalu besar tapi sepertinya selalu ada pelanggan. Saya cobain es kopi susu klasiknya, disajikan pakai gelas diberi alas piring kecil gitu. Kopinya enak sih, tipikal kopi robusta yang ga ada rasa asemnya. Harga juga ga terlalu mahal. Mereka sedia juga cemilan seperti kue-kuean. Yang unik dan menjadi resep rahasia, selain kopinya sepertinya si kental manisnya deh. Jadi ada satu rak gitu, isinya kental manis semua, untuk stok dan kita juga bisa beli wkwk. Mereka juga jual kopi dalam bentuk kiloan, saya sempat membeli juga untuk dibawa sebagai buah tangan.
Kental Manis yang Dipakai untuk Campuran Kopi Susu |
Di hari H pernikahan Sahabat saya, paginya kami ikuti acara sakramen pernikahan di salah satu gereja (dekat situ juga). Selesai acara, karena resepsi baru diadakan malamnya, kami kembali ke penginapan, tukar baju, dan jalan-jalan kembali, hohoho. Siang itu kami mengunjungi salah satu tempat makan Choi Pan. Oh ya, di Singkawang ini, bahasa lokalnya semacam Hakka gitu ya, jenis bahasa Tionghoa gitu, bahkan ada beberapa tempat makan yang kami kunjungi, mereka hampir tidak mengerti bahasa Indonesia, thanks to menu.
Tempat makan Choi Pan yang kami kunjungi modelnya rumahan gitu, benar2 dibuatkan semacam tempat makan di halaman rumah, Choi Pannya dibuat sendiri. Itu adalah kali pertama saya mengenal dan makan Choi Pan. Jadi Choi Pan itu seperti dimsum, tapi bentuknya khas, isinya bisa kucai, udang, atau bengkoang, dikukus dan di atasnya ditaburi bawang putih goreng yang harum. Kami pesan ketiganya, Kucai, Bengkoang, dan udang. Saya makan yang isi kucai dan bengkoang, dan suprised, cocok di lidah saya. eheheh.
Choipan Asyik, Fresh dari Dandang |
Karena dibikin di rumah alias homemade, ketika kami pesan, penjualnya cukup menyalakan dandang kukusan, diberi alas, dan taruh Choi Pan yang sudah dibuat. Sambil menunggu kukusan selesai, kami lihat-lihat cara pembuatannya. Kalau dipikir-pikir seperti membuat mochi gitu. Setelah jadi, penjualnya cuma ambil kukusannya, lalu langsung ditaruh di meja makan. Kami diberi piring dan sumpit untuk memakannya. Sungguh sangat less waste.
Minumannya kami pesan es lemon. Pas datang dan seruput, agak-agak shock karena rasanya asam, manis, dan asin seperti ditambah garam. Rupanya ini memang minuman khas Singkawang, namanya Es Nammong. Terbuat dari jeruk kecil/jeruk purut/jeruk sambal diperas dan diberi gula seperti biasa. Tapi memang ada rasa asinnya sih, seperti dikasih garam, hehe. Segerrr banget minum itu. Penjual di sana kurang bisa bahasa Indonesia, jadi kurang bisa ditanya-tanya untuk eksplorasi. Hiekz...
Di depan halaman ada bunga unik. Bentuknya mirip Euphorbia tapi tidak berduri.
Bunga yang Unik |
Bunganya Lucu Seperti Giwang |
Dari situ pulang, istirahat di penginapan, dan malamnya ke acara resepsi. Acara resepsinya ramai, lebih banyak rekan/kenalan dari pengantin pria, karena memang kota kelahiran dan besar di sini sih. Saya disiapkan menu catering khusus vegetarian, super-super keterlaluan. Di saat sibuk begitu, si Aam masih saja repot-repot memikirkan preferensi temannya. #tersentuh 😥
Kami di situ lumayan lama, sampai acaranya hampir selesai malah. Karena selain ngobrol dengan Aam dan suami, kami juga akhirnya bertemu keluarga Aam. Kedua orang tua, dan kakak-kakaknya. Tidak lupa berfoto. hehe. Setelah itu, kami berpamitan untuk beristirahat di penginapan. Dan pamit juga pulang ke kota masing-masing.
Esok paginya cukup subuh, kami sudah berada di Surya Express lagi, menuju Pontianak. Saya dan Suami langsung ke bandara untuk menuju Jakarta, 2 teman yang lain memutuskan jalan-jalan dulu, sehingga kami berpisah seingat saya.
Di perjalanan dari Singkawang menuju Pontianak, sempat mampir makan indomie, lucunya dikasi jeruk peras, mirip jeruk untuk Es Nammong.
Indomi dengan Jeruk |
Sampai bandara Soetta sekitar tengah hari, lanjut perjalanan travel ke Bandung, dan sampai sekitar jam 4-5 sore, lalu beristirahat. Kalau dipikir-pikir, sepertinya itu pengalaman terakhir saya dan suami pergi jauh ke luar pulau berdua, selanjutnya sudah ada makhluk kecil yang harus dibawa-bawa. Hihi. Nanti saya ceritakan di postingan lainnya.
Apakah akan mengunjungi Singkawang lagi? probably yes. :) Let see.